IQNA

Museum Seni Islam Qatar Siap Sambut Piala Dunia, Perkenalkan Alquran Hingga Manuskrip

9:07 - November 06, 2022
Berita ID: 3477560
TEHERAN (IQNA) - Museum Seni Islam Doha dibuka kembali awal Oktober ini, setelah renovasi besar-besaran dan perombakan cara menampilkan koleksinya. Museum yang sempat ditutup pada April 2021, kini telah ditata ulang dan siap menerima arus pengunjung yang diharapkan untuk Piala Dunia FIFA Qatar 2022.

Menurut laporan IQNA, “Saya merasa terhormat untuk memimpin institusi luar biasa ini ke babak berikutnya,” kata Direktur MIA, Julia Gonnella, dilansir dari Alaraby, Sabtu (5/11/2022).

Menurutnya, fasilitas galeri dan banyak lagi telah ditingkatkan sehingga akan memberikan pengalaman yang lebih bermakna bagi para pengunjung, sehingga mereka bisa menjelajahi sejarah luas Dunia Islam yang kaya melalui koleksi museum.

Museum yang dirancang arsitek pemenang Hadiah Pritzker IM Pei, MIA pertama kali dibuka pada 2008 dan tetap menjadi satu-satunya museum di dunia yang memberikan pandangan komprehensif tentang seni Islam di tiga benua, lebih dari 1.400 tahun dari abad ke-7 hingga ke-20.

Lebih dari 1.000 objek, termasuk beberapa bagian yang baru diperoleh, sekarang dipajang di galeri permanen museum untuk pertama kalinya.

Jejak pengunjung baru akan membantu memberikan narasi dan konteks pada mahakarya yang dipamerkan, dengan sumber daya seluler dan ramah anak baru untuk membuat museum lebih mudah diakses keluarga dan pengunjung yang lebih muda. Galeri sekarang diatur menurut tema sejarah dan budaya yang luas, periode dan geografi.

Gonnella menuturkan, MIA adalah salah satu museum yang sangat indah di kawasan ini, namun pada awal- awal, museum tidak memiliki jejak pengunjung dan konteks tertentu. Karena itu kemudian dirubah dan diberikan jalan cerita, menjadikannya lebih sebagai museum budaya, bukan hanya seni dan benda yang terlihat indah.

“Kami memiliki sekitar 70 persen dari objek yang sekarang dipajang karena beberapa di antaranya ada di gudang,” ujar Gonnella. 

“Perubahan paling penting adalah galeri, yang sekarang memiliki jejak pengunjung. Kami memiliki 18 galeri di dua tingkat, mulai dari Spanyol hingga China,” tuturnya.

Area Majelis di lantai dasar adalah tempat sebagian besar pengunjung akan memulai perjalanan mereka. Bila dulu digunakan sebagai aula resepsi sekarang menjadi ruang imersif dengan film yang merinci sejarah dan signifikansi arsitektur MIA.

Galeri pertama di lantai pertama sekarang memamerkan beberapa mahakarya MIA, benda-benda berharga karena signifikansi sejarah dan budayanya, yang didedikasikan untuk awal mula Islam. 

Galeri ini menyoroti objek seperti Cavour Vase abad ke-13, kalung Mughal Varanasi abad ke-18, dan permadani Franchetti dari Iran abad ke-16.

Sebuah galeri yang didedikasikan untuk Alquran juga menampilkan beberapa teks dan tablet langka dengan ayat-ayat di atasnya, dengan rekaman doa memenuhi aula.

“Kami sekarang telah memperkenalkan seluruh sayap yang disebut Dunya w Deen (Dunia dan Agama) tentang Khilafah di seluruh dunia,” kata Gonnella. 

Kemudian museum juga memiliki bagian baru tentang kehidupan beragama, masyarakat, diikuti oleh bagian pembelajaran dan sains karena ini merupakan bagian yang sangat penting dari agama. Museum juga memiliki bagian penyebaran Islam, yang tentu saja dimulai di Makkah, Madinah, hingga ke dunia Arab.

 “Kami memiliki satu galeri yang dikhususkan untuk dunia Arab dan pergi ke timur Jalur Sutra melalui Iran, Asia Tengah, kemudian menyebar ke barat, ke Andalusia, kami memiliki dua galeri yang didedikasikan untuk Spanyol,” ujarnya.

Galeri-galeri ini bertujuan untuk menunjukkan kekayaan bahan yanh digunakan dalam seni Islam sepanjang zaman, termasuk karpet dan tekstil, manuskrip, keramik, kayu, gading, logam, batu dan kaca, yang membentang dari Spanyol dan Afrika Utara hingga China. 

Pengunjung dapat melihat Sitara (tekstil dekoratif besar) dari Kabah Suci, salinan risalah al-Sufi tentang bintang-bintang tetap, mangkuk biru-putih era Abbasiyah dan langit-langit Spanyol pasca-Islam di galeri-galeri itu.

Level tiga berfokus pada seni dan masyarakat abad ke-11 hingga ke-19. Galeri utama mengeksplorasi tiga kerajaan 'Bubuk Mesiu': Ottoman, Safawi dan Mughal, dengan galeri baru tambahan yang didedikasikan untuk Cina dan Asia Tenggara, bagian yang sering diabaikan dari wacana Islam, meskipun saat ini memiliki komunitas Muslim terbesar di seluruh dunia.

Perombakan MIA juga memberikan kesempatan untuk meningkatkan museum, mengintegrasikan teknologi baru – dari tampilan interaktif dan audio yang imersif hingga elemen multi-indera, seperti puisi Persia dan wewangian rempah-rempah dan parfum Silk Road – semuanya untuk meningkatkan pengalaman pengunjung.

“(Teknologi baru ini) harus memberikan lebih banyak konteks. Contohnya adalah aplikasi keluarga baru kami yang memperkenalkan untuk apa astrolabe digunakan dan bagaimana, atau menjelaskan bagaimana perhiasan sebenarnya dipakai, karena orang-orang yang tidak berasal dari belahan dunia ini mungkin tidak menyadari bahwa banyak perhiasan yang sebenarnya dipakai laki-laki," kata Gonnella.

“Kami juga akan menayangkan film-film untuk memperkenalkan wilayah sejarah-geografis yang berbeda untuk memberikan kesan dari mana sebenarnya objek-objek itu berasal,” tambahnya.

Museum bukan lagi kuil seni sakral tetapi pengalamannya menjadi lebih holistik untuk mendukung orang-orang dalam mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif tentang konteks dan mengapa objek yang dipamerkan itu penting.

Selama Oktober, MIA akan menampilkan pameran baru, "Baghdad: Eye's Delight," yang akan berfokus pada warisan Baghdad sebagai ibu kota khalifah Abbasiyah (750-1258 M) dan warisannya pada abad ke-20 sebagai pusat budaya dan perdagangan budaya. Pameran akan berlangsung hingga 23 Februari 2023. (HRY)

Sumber: republika.co.id

captcha