IQNA

Relasi Ilmu dan Akal dalam Model Kehidupan Mukmin

8:34 - August 11, 2022
Berita ID: 3477147
TEHERAN (IQNA) - Meskipun kedudukannya tinggi, ilmu pengetahuan saja tidak cukup untuk perkembangan manusia, tetapi ilmu pengetahuan membutuhkan akal untuk membentuk pola kehidupan manusia. Ilmu adalah kesadaran akan data yang diperoleh melalui studi, pendidikan, dan pengalaman, tetapi ilmu ini membutuhkan alasan untuk aplikasi yang berguna dalam kehidupan.

Ilmu bukan lawan dari Jahl (bodoh), kita temukan dalam riwayat dari para maksumin (as) bahwa mungkin ada ulama yang kebodohannya menghancurkan mereka. Oleh karena itu, ilmu bukan lawan kebodohan, tetapi dalam pandangan Alquran bodoh adalah lawan akal, yaitu, seseorang mungkin berilmu, tetapi dia tidak memiliki akal untuk menggunakan ilmunya sesuai dengan pengetahuannya dan dia jatuh ke dalam kebodohan. Ilmu harus melewati lintasan akal dan diproses untuk penggunaan yang bermanfaat.

Jahiliyah bukan berarti tidak tahu

Dalam pandangan ayat-ayat dan hadis; akal, sabar dan ketakwaan adalah idiom dari lintasan ini, yang mengubah ilmu menjadi cahaya yang menerangi kehidupan manusia dan mengistilahkan ilmu dengan praktis dan bermanfaat. Jadi, jahiliyah tidak berarti tidak adanya pengetahuan, terlebih ilmu, pengetahuan dan informasi, tetapi tidak menggunakan ilmu dalam perilaku. Jahl adalah sebuah kategori perilaku, dan akal biasanya memiliki aplikasi perilaku dan praktis di sini, yaitu kesadaran ini harus efektif dalam perilaku.

Tentu saja, akal membutuhkan ilmu, dan di satu sisi, ilmu adalah alat dan makanan untuk akal, yang menyediakan platform untuk pengetahuan yang benar, penalaran, dan pilihan yang dapat melakukan perilaku yang benar. Akal biasanya digunakan dalam makna perilaku bijak dan jahil dalam makna perilaku bodoh dalam teks-teks agama. Akal berarti terukur, terkontrol, dan terkendali, yakni orang yang berakal bertindak secara terukur dan penuh pertimbangan.

Agama mengatakan bahwa jika Anda menyadari sesuatu dan mempelajarinya, Anda harus memikirkannya sebelum bertindak dan melihat apa konsekuensi tindakan itu dan apakah itu benar atau tidak. Karena itulah dikatakan dalam riwayat bahwa tidurnya seorang alim lebih baik daripada begadang semalaman dan ibadahnya orang jahil.

Rasionalitas dalam beragama berbeda dengan rasionalitas dalam teologi; rasionalitas dalam beragama berarti memperhatikan hasil. Demikian juga, salah satu tanda rasionalitas adalah moderasi, moderasi berarti menghindari kelebihan; akal menentukan bahwa di mana hal yang benar, tidak jelas dan jelas, kita harus mengambil jalan tengah dan bertindak di antara keduanya. Amirul Mukminin berkata: “Orang jahil berlaku ifrath dan tafrith (kurang pas).”

Salah satu standar lainnya akal adalah pengalaman dan orientasi hasil, yaitu, kita menggunakan upaya dan kesalahan serta pengalaman masa lalu dan tidak mengulangi pekerjaan yang tidak membuahkan hasil. Ada sekitar 20 tolok ukur dan standar dalam hadis dan ayat yang membantu manusia dalam berperilaku bijak dan beragama yang benar.

Disebutkan dalam hadis bahwa akal itu seperti perilaku suapan yang tersangkut di tenggorokan, yaitu, kita harus mempersiapkan dan mencerna masalah itu secara bertahap. Artinya menghindari perilaku tergesa-gesa dan emosional.

* Diambil dari kata-kata Hujjatul Islam wal Muslimin Hamidreza Shariatmadari, anggota fakultas Universitas Agama dan Mazhab

 

4077028

captcha